Mayoritas responden mengerjakan shalat Tarawih. Prosentasenya sangat tinggi melampaui pelaksanaan shalat fardhu yang dikerjakan secara berjamaah. |
[Jombang, Abacaraka] - Ada beberapa item shalat
sunnah yang disajikan kepada responden, antara lain: shalat tarawih, shalat
dhuha, shalat tahajjud dan shalat rawatib qabliyyah dan ba’diyyah. Tiga shalat
sunnah yang pertama itu paling banyak dikerjakan oleh responden selama bulan
Ramadhan.
Shalat tarawih menempati
peringkat pertama shalat sunnah yang paling banyak dikerjakan oleh responden, yakni 61% dari jumlah responden. Prosentasenya paling tinggi bila dibandingkan dengan
pelaksanaan shalat fardhu berjamaah. Setelah dikonfirmasi ulang kepada
responden, ternyata didapati jawaban yang dapat disimulkan bahwa mayoritas
respon merasa rugi jika tidak bisa mengerjakan shalat sunnah tahunan ini.
Perasaan inilah menjadi pendorong utama mereka untuk bersemangat melaksanakan
shalat Tarawih, meskipun hukumnya sunnah muakkadah.
Peringkat kedua adalah shalat
dhuha, yakni 42,4% dari
jumlah responden.
Mayoritas responden mengerjakan shalat dhuha karena memang sengaja meluangkan
waktu secara khusus. Seolah-olah ada alarm alami dalam diri mereka yang
mendorong untuk mengerjakan shalat dhuha pada pagi hari. Karena shalat ini bisa
dilakukan setiap hari, maka dorongannya tidak sekuat dorongan untuk mengerjakan
shalat tarawih.
Peringkat ketiga adalah shalat
tahajuud, yakni 35,6% dari jumlah responden. Meskipun waktu shalat ini
pada malam hari saat banyak orang masih terlelap tidur atau bangun dengan
diliputi rasa kantuk yang kuat, namun prosentase responden yang mengerjakannya
cukup tinggi.
Tiga shalat sunnah ini
memiliki daya tarik tersendiri bagi responden untuk mengerjakannya, karena
waktunya terbatas dalam satu rentang waktu yang khusus. Hal ini berbeda dengan
shalat rawatib qabliyyah dan ba’diyyah yang waktunya banyak, mengiringi
waktu shalat fardhu lima waktu. Tingkat
pelaksanaannya relatif kecil, yakni berkisar pada 10% hingga 22%. Artinya
mayoritas responden tidak melaksanakan shalat sunnah rawatib qabliyyah dan atau
ba’diyyah.
Responden pun menampakkan
dorongan yang lebih santai untuk mengerjakannya, karena banyaknya dan
longgarnya waktu. Jika tidak bisa mengerjakan shalat rawatib yang satu, mereka
beranggapan masih bisa mengerjakan shalat rawatib yang lain. Sikap ini berujung
pada sikap menyepelekan, akibatnya responden pun malah tidak mengerjakannya.
Dengan data yang ada dan alur
pemahaman seperti itu, peneliti bisa menemukan jawaban mengapa shalat rawatib
qabliyyah dan ba’diyyah menempati peringkat paling bawah. Semakin banyak dan
longgar waktunya, responden terkesan semakin meremehkannya, apalagi responden
telah mengetahui status hukum shalat tersebut. Pengetahuan itu pun bisa menjadi
alat legitimasi mereka untuk tidak merasa rugi jika tidak mengerjakannya. [abc]
Baca juga!
0 Comments